Kamis, 29 September 2016

KHOTBAH (LUKAS 9:46-48)


Saudari/I yg terkasih dlm Kristus,
Kita mungkin sudah sering membaca dan mendengarkan kisah ini, baik pada masa sekolah minggu dulu, maupun pada khotbah-khotbah. Jika kita membaca teks ini, secara langsung kita berpikir bahwa pembacaan ini berbicara mengenai jabatan atau status. Berbicara tentang jabatan, dari dulu sampai sekarang manusia selalu memperebutkan jabatan (raja, presiden, gubernur, anggota DPR, dll). Dalam hal memperebutkan jabatan, tidak jarang orang saling menjatuhkan, saling fitnah dan bisa berujung pertengkaran. Bukan hanya jabatan suatu struktur tetapi juga status dalam lingkup masyarakat (contoh orang yang ingin dipandang dalam suatu kelompok masyarakat). Jabatan bukan berarti sesuatu yang jahat atau buruk. Hanya saja proses memperoleh jabatan atau status atau martabat itu yang perlu dilihat, apa caranya baik atau tidak baik. Di dalam pembacaan kita, Yesus  menjelaskan tentang bagaimana sikap pengikut Yesus yang seharusnya. Mari kita lihat bersama-sama.

Sdara/I yang terkasih dalam Kristus,
Pengajaran Yesus dimulai ketika ada pertengkaran di antara para murid mengenai status mereka, siapa yang terbesar. Mengapa para murid berpikir demikian? (*) dalam pembacaan sebelumnya, bisa kita lihat bahwa murid-murid Yesus masih belum juga mengerti tentang jabatan Yesus ketika berada di dunia ini. Mereka masih dipengaruhi pemikiran bangsa Israel dari dulu, bahwa Mesias yang akan datang itu sebagai Raja yang besar dan semua pemerintahan akan tunduk kepadaNya. Namun jabatan itu dipandang sebagai jabatan seorang raja atau Mesias di dunia saja. Hal ini diketahui oleh Yesus sehingga Ia mengambil seorang anak dan menempatkannya berdiri di sampingNya. Mengapa Yesus mengambil contoh seorang anak?
(1) Seorang anak bukan saja  karena sifatnya yang polos, jujur dan tulus, tetapi seorang anak memiliki sifat ketergantungan kepada orang dewasa (tua). Mereka jarang mengandalkan kemampuan mereka sendiri. Seorang anak (paidion = anak kecil/anak-anak, bukan teknon = anak pada umumnya) pasti menaruh kepercayaan pada orang tua yang mendidik dan membesarkannya. Anak kecil akan selalu meniru, menuruti dan melakukan apa yang disuruh oleh orang yang lebih tua.
(2) Terkait dengan tujuan penulisan kitab Lukas, yaitu keselamatan Allah ditujukan bukan hanya kepada orang Yahudi, tetapi kepada semua orang, dengan penekanan orang yang sakit, orang miskin serta orang yang dianggap rendah di dalam masyarakat. Dengan demikian, Yesus memilih seorang anak kecil untuk mengajar, sekaligus mengangkat martabat orang yang tidak memiliki peranan penting dalam kehidupan sosial (contoh Yusuf dan Daud = yang masih muda dianggap rendah). Bayangkan para murid berdebat tentang status mereka (dalam situasi itu, mungkin gambarannya mereka adalah calon-calon kandidat wakil dari guru mereka ya), kemudian yang dijadikan teladan adalah hanya seorang anak, yang tidak dianggap, bukan calon kandidat dari para murid. Ini suatu kejutan bagi mereka
Kemudian, yang menjadi penekanan dalam pembacaan kita, sdara/I, ayat 48 (dibacakan)…. Pengajaran ini dimaksudkan kepada murid-murid Yesus untuk datang mencari dan menyambut orang yang dianggap belum bisa apa-apa, orang yang tidak dianggap dalam masyarakat. Itu sikap hidup pengikut Kristus, melayani mereka yang membutuhkan. Dengan demikian pada murid melayani dan menyambut Kristus dalam hidupnya. Pada kalimat terakhir, dikatakan…(Dibacakan). Ini juga adalah sikap hidup pengikut Kristus. Merendahkan diri dan bergantung kepada Yang Maha Kuasa, seperti sikap anak kecil yang masih menggantungkan hidupnya pada orang dewasa.

Sdara/I yang terkasih dalam Kristus,
Begitu pula Firman Tuhan bagi kita pada saat ini,
1. Melayani orang yang membutuhkan. Menyambut mereka seperti seorang anak kecil yang akan selalu diberi pengajaran dan pelayanan. Coba refleksikan diri kita melalui Firman Tuhan ini. Berikan pelayanan dan pengajaran kepada sesama kita, seperti kita melayani Tuhan.
2. Mari rendahkan diri untuk saling mengisi satu sama lain seperti seorang anak kecil. Bukan menjadi anak kecil, namun memiliki sifat polos, jujur, terbuka sebagai kesiapan untuk belajar, diberi arahan, dinasihati, saling membangun dalam persekutuan kita, sehingga hidup kita selalu diberkati Tuhan.

Terpujilah Kristus, Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar